1.
|
Termasuk puisi lama yang memiliki aturan dalam jumlah kata dan suku kata dalam tiap baris,
banyak baris dalam bait dan sajak/rima dalam tiap bait.
|
Pantun, pada umumnya terdiri dari 4 baris dalam tiap
baitnya, pantun terikat pada
aturan-aturan sbb :
1.
Jumlah baris 4 dalam tiap bait
2.
Jumlah kata 4-6 tiap baris
3.
Jumlah suku kata 8-12 tiap baris
4.
Bersajak a-b-a-b atau a-a-a-a
5.
Terdiri dari sampiran (baris 1-2)
dan isi (baris 3-4)
Contoh 1 (a-b-a-b)
:
Apa guna orang bertenun,
(4 kata, 9
suku kata, dan bersajak -un)
Untuk membuat pakaian adat.
(4 kata, 11
suku kata, dan bersajak -at)
Apa guna orang berpantun,
(4 kata, 9
suku kata, dan bersajak -un)
Untuk memberi petuah amanat.
(4 kata, 11
suku kata, dan bersajak -at)
ü Sampiran
pada baris 1-2, sebagai gambaran maksud isi pantun. Seseorang membuat pantun untuk memberi petuah amanat /nasehat (bagian
isi), digambarkan sebagai seseorang yang sedang bertenun untuk membuat sebuah
pakaian adat (bagian sampiran).
ü Isi
pada baris 3-4, sebagai isi pesan yang disampaikan. Isi pesan pantun di atas
adalah pantun dibuat dengan tujuan
untuk memberi wejangan/nasihat
Contoh
2 :
Gunung apa di
siantar
(
4 kata, 8 suku kata, dan bersajak -ar )
Gunung api
yang berpijar
(4
kata, 8 suku kata, dan bersajak -ar )
Apa tanda
murid yang pintar
(
5 kata, 9 suku kata, dan bersajak -ar )
Murid pintar
rajin belajar
(
4 kata, 9 suku kata, dan bersajak -ar )
ü Sampiran
pada baris 1-2, sebagai gambaran maksud/isi pantun.
Seorang
murid yang pintar ditandai dengan sifatnya yang rajin belajar, pada pantun
ini digambarkan sebagai gunung api(masih aktif) di Siantar, yang ditandai
sebagai gunung api yang berpijar (kata berpijar pada baris ke-2 ini, adalah
sebagai kiasan untuk mengungkapkan gunung api yang masih aktif)
ü Isi
pada baris 3-4, sebagai isi pesan yang disampaikan. Isi pesan di atas adalah seorang murid yang pandai ditandai dengan
rajin belajar. Jadi, untuk menjadi pandai kita harus rajin belajar. Dan jika
kita sudah pandai pun, kita harus tetap menunjukkan sikap rajin belajar
sebagai seorang murid yang pandai.
Selain itu, ada pula pantun 2 baris yang terikat pada aturan aturan sbb :
1.
Jumlah kata
4-6 tiap baris
2.
Jumlah suku kata 8-12 tiap baris
3.
Jumlah baris 4 dalam tiap bait
4.
Bersajak a-a (pada pantun 2 baris
tidak menggunakan sajak a-b)
5.
Sampiran pada baris ke-1 dan isi
pada baris ke-2
Contoh 3 :
Limau purut di tepi rawa
(5 kata, 10 suku kata,
dan bersajak –a, sebagai sampiran)
Sakit perut sebab tertawa
(4 kata, 9 suku kata, bersajak –a, sebagai
isi. Pantun
ini mengandung pesan : kita akan merasa sakit perut jika kita tertawa (dalam
artian tidak sewajarnya))
Adapula,
pantun dengan jumlah baris 6,8,10, dst (jumlah baris=genap). Aturan yang mengikat sama dengan
pantun pada umumnya. Hanya saja sampiran pada setengah bagian bait ke atas,
dan isi pada setengah bagian bait ke bawah. Pantun seperti ini disebut talibun.
Contoh 4 ( 6 baris ; a-a-a-a-a-a) :
Melihat pedati yang sudah tua
(5 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Pedati hendak pergi ke telaga
( 5 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Pergi bersama melewati
desa
( 4 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Walau sepiring untuk
berdua
( 4 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Atau sepiring untuk bertiga
(4 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Tak mengapa asalkan kenyang terasa
( 5 kata, 12 suku kata, dan bersajak -a)
Pada pantun jenis ini, sampiran terdapat pada baris 1-3, dan isi
terdapat pada baris 4-6, yang artinya seberapapun berkat/rezeki yang kita
terima, tetaplah bersyukur karena kita masih bisa merasakan
nikmat(kenyang)nya hidup, serta yakini bahwa semua yang Tuhan berikan kepada
kita adalah yang terbaik.
Contoh 5 ( 6 baris; a-b-c-a-b-c ) :
Telah
penat hamba mendaki
( 4 kata, 9 suku kata,
dan bersajak -i)
mendaki batu batu berjenjang
(4 kata, 10 suku kata,
dan bersajak -ang )
bulan tak juga terang-terangnya
(5 kata, 10 suku kata,
dan bersajak -a)
Telah penat hamba menanti
(4 kat, 9 suku kata,
dan bersajak -i)
telah putih mata memandang
(4 kata, 9 suku kata,
dan bersajak -ang)
tuan tak kunjung datang juga
(5 kata, 9 suku kata,
dan bersajak -a)
Pada pantun seperti
ini, sampiran-nya terdapat pada baris 1-3, dan isi pada baris 4-6. Isi pantun
ini menceritakan tentang seorang hamba yang sedang menanti-nantikan tuannya
yang tak kunjung datang.
|
Syair terikat
pada aturan-aturan sbb :
1.
Tiap bait terdiri dari 4 baris
2.
Tiap baris terdiri dari 4-5 kata,
dan 8-14 suku kata
3.
Semua baris adalah isi, dan
bersajak a-a-a-a
Contoh :
Untuk Masa Depanmu
Dengarlah wahai engkau ananda
(4 kata, 10 suku kata, dan bersajak -a)
Rajinlah belajar sepanjang masa
(4 kata, 11 suku kata, dan bersajak -a)
Ilmu tiada pernah habis dieja
(5 kata, 12 suku kata, dan bersajak -a)
sebagai bekal sepanjang usia
(4 kata, 12 suku kata, dan bersajak -a)
Dengan ilmu engkau terjaga
(4 kata, 10 suku kata,dan bersajak-a)
Dari suramnya waktu dan masa
(5 kata, 10 suku kata, dan bersajak -a)
Cemerlang akan senantiasa ada
(4 kata, 12 suku kata, dan bersajak -a)
Menyinarimu di masa dewasa
(4 kata, 11
suku kata,dan bersajak -a )
Semua baris
pada syair merupakan isi, tidak terdapat sampiran.
|
Gurindam terikat
pada aturan aturan sbb :
1.
Tiap bait terdiri dari 2 baris
2.
Jumlah kata dan suku kata dalam
tiap baris tidak tetap
3.
Terdiri dari syarat (baris ke-1)
yang menyatakan perbuatan dan jawab (baris ke-2) yang menyatakan
akibat. Syarat dan jawab saling berhubumgan dan merupakan satu kesatuan utuh
Contoh 1 :
kalau bekerja terburu-buru
(4 kata, 11 suku kata, dan bersajak -u )
tentulah banyak keliru
( 3 kata, 8 suku kata, dan bersajak -u )
Artinya: jika kita bekerja terburu-buru
(baris 1, sebagai syarat), maka akan banyak kesalahan yang terjadi (baris 2,
sebagai akibat), karena kecerobohan (keterburu-buruan ) kita sendiri.
Contoh 2 :
Kalau berbicara semaumu
(3
kata, 11 suku kata, dan bersajak u )
Tentulah
banyak orang yang membencimu.
(5 kata, 12 suku kata, dan bersajak -u )
Artinya : jika kita berbicara semau kita, tanpa
memperhatikan perasaan lawan bicara (baris 1, sebagai syarat), tentulah kita
akan dibenci banyak orang (baris 2, sebagai akibat ), karena mereka merasa
tersakiti oleh perkataan kita yang semena-mena.
|